Senin, 04 Juni 2012

Hanna: Ada Enam Perkara yang Mengantarku ke Jalan Lurus


Saya tidak pernah membayangkan diri saya sebagai seorang muslimah. Jika dua tahun lalu anda bertanya tentang Islam kepada saya, sudah pasti saya akan mencari kesalahan dalam Islam dan ajaran kerasnya. Ketika saya berusia 10 tahun, kakek saya yang menjadi misionaris lebih dari 40 tahun di tanah Muslim tidak mengizinkan saya sekalipun menyebut perkataan Muslim. Mereka memberitahu saya kisah-kisah menakutkan tentang bagaimana perilaku umat Islam terhadap Kristen dan non Muslim. Kononnya umat Islam menyiksa, memukul dan membunuh non Muslim.
Saya begitu takut, terutama selepas peristiwa 11 September. Hanya waktu yang menentukan kapan kelompok jihad menyerang kami di Michigan dan memaksa kepercayaan mereka ke atas kami. Keluarga Kristen saya hanya melihat kekerasan bila menyebut Islam. Mereka amat membenci Islam. Bagaimanapun kehidupan remaja saya dicemari dengan kesalahfahaman tentang Islam. Terdapat beberapa hal yang berlaku ke atas saya, menyebabkan pandangan saya terhadap Islam berubah.
Pertama, ketika itu saya berusia 14 tahun. Saya memisahkan diri dari ajaran Kristen, agama saya. Ayah saya seorang pastor dan menyiksa ibu saya. Selain itu ia mempunyai hubungan sulit dengan sekretarisnya. Saya melihat kekerasan dan kemunafikan dalam diri ayah saya. Apa yang lebih menyakitkan hati saya ialah melihat bagaimana anggota dan jemaat Kristen mengambil sikap terhadap ayah saya. Mereka sama saja ketika berbicara tentang Islam. Tapi dengan cara ini mereka memalukan nama Kristen. Saya menjadi amat kecewa dengan sebagian mereka yang menyebut dirinya Kristen tetapi gagal melaksanakan ajarannya. Orang yang tidak pernah membaca kitab suci dan sekadar menyerah atau patuh secara buta dengan apa yang diberitahu oleh pemimpin agama. Keimanan buta inilah yang tampak dalam masyarakat Kristen.
Saya sadar bahwa dalam setiap agama memang terjadi penyimpangan karena kita adalah manusia lemah. Saya merasakan bahwa agama Kristen bukanlah jalan buat saya. Injil telah diubah oleh tangan manusia dan sering kali diinterpretasi secara aneh. Oleh saya membuat keputusan untuk meninggalkannya.
Kedua, selama 8 tahun saya menghabiskan masa mencari agama. Saya bertemu dengan Wicca dan selama tiga tahun lebih saya mengikutinya. Sayangnya ia tidak dapat memberikan kepuasan bagi saya dalam menjalinkan hubungan saya dengan Yang Maha Kuasa. Saya sama sekali tidak setuju dengan konsep politeisme yang terdapat dalam Wicca. Jauh di sudut hati, saya adalah seorang monoteis. Dengan demikian saya meninggalkan jalan ini dan terus mencari kebenaran.
Ketiga, saya mengambil kelas agama dunia pada tahun pertama di sekolah tinggi dan untuk beberapa minggu saya mendengar ceramah berkaitan Islam. Sebenarnya pelajaran itu tidak begitu menarik hati saya, sehingga setengah tahun kemudian, itupun saat saya melihat kembali buku catatan saya. Guru yang mengajar saya adalah seorang pengajar katolik yang agak bias tetapi 95 persen dari apa yang saya pelajari adalah benar. Nota-nota tersebut merupakan garis panduan untuk pelajaran saya.
Keempat, saya diselamatkan saat saya memerlukannya. Saya telah lama tersesat di jalan pencarian kebenaran. Musim panas selepas kelas, saya mengambil narkotika dengan harapan dapat membuka mata dan mengisi ruh saya. Betapa bodohnya saya. Tuhan memberikan saya kesempatan untuk kali kedua. Peristiwa ini berlaku pada setelah hari Thanksgiving, pada bulan November. Saya meminum minuman keras. Saya berada di persimpangan antara dalam keadaan mabuk dan sadar. Saya menumpang bersama seorang teman dan mengemudi mobil untuk pulang ke rumah. Kami berada di jalan, saat seorang supir mabuk tidak memperdulikan lampu merah dan menabrak kami.
Sebuah mobil lagi terbang ke arah kami. Mobil kami terhempas dengan kuat ke celah dua pohon. Mobil kami hancur. Saya menjadi begitu takut, cemas menanti kematian. Kalau tak matipun, saya sadar bahwa saya akan dikenakan hukuman karena mengemudi memandu saat mabuk. Hukuman tersebut akan menyebabkan saya kehilangan hak untuk mendapat beasiswa dan seterusnya saya akan dikeluarkan dari sekolah tinggi. Peristiwa ini akan mencemari catatan bersih saya selama ini. Dan yang lebih buruk lagi, saya akan kehilangan kepercayaan dari ibu saya selepas lebih dari setahun bersih dari narkotika. Saya benar-benar tidak ingat apakah tabrakan itu kesalahan saya atau orang lain. Banyak saksi yang memberitahu bahwa tabrakan tersebut adalah kesalahan supir yang mabuk. Saya menarik nafas lega. Tapi saya masih harus menjalani ujian pemeriksaan penafasan untuk menentukan level kandungan alkohol yang terdapat dalam tubuh saya.
Saya masih di bawah usia dan telah menggunakan alkohol lebih dari batas yang dibenarkan UU. Saya mungkin telah mengambil vodka dua jam sebelum tabrakan. Dalam keadaan cemas dan takut, sebuah mukjizat telah menyelamatkan saya. Pemeriksaan yang dijalankan menunjukkan angka 0. Sungguh mustahil saat pegawai tersebut mengatakan diri saya bersih dari alkohol.
Malah saya diberitahu saya tidak mengalami cedera sedikitpun. Tabrakan itu sebenarnya bisa menyebabkan semua penumpang saya mati dan harus dirawat di rumah sakit. Saya selamat dan hanya mengalami luka kecil. Selepas itu saya tidak pernah lagi mengemudi saat mabuk. Beberapa bulan kemudian saya meninggalkan alkohol sama sekali. Saya dapat merasakan Tuhan telah menyelamatkan saya.
Kelima, Desember 2010. Saya menjalin hubungan dengan seorang muslim Syiah. Saya mula tertarik untuk mempelajari Islam. Saya belajar sedikit mengenai keyakinannya dan mula membaca buku. Buku-buku tersebut telah mengubah pandangan saya tentang Islam. Hati saya mula terbuka untuk Islam.
Keenam, Januari 2011, saya bertemu dan jatuh hati dengan seorang lelaki dari Saudi Arabia bermazhab Syiah, mahasiswa Universitas Western Michigan. (Alhamdulillah, dia kini adalah suami saya). Dia adalah seorang yang religius. Saya amat menghormati cara dia menjalani kehidupannya. Ketika dia menunaikan shalat, saya turut shalat bersamanya. Dialah yang menyebabkan timbul cinta saya kepada Islam. Kami banyak melakukan pembahasan berkaitan agama, filsafat dan teologi. Saya mula membaca secara serius berkaitan Islam, dan bertanya kepadanya berbagai persoalan.
Dia membawa saya ke kota Dearbon dan memperlihatkan kepada saya budaya Islam yang kental di kota ini. Saya senang sekali melihat wanita yang mengenakan hijab, tanda-tanda yang berbahasa Arab dan Inggris tertera di bangunan. Terdengar suara-suara yang mengunakan bahasa Arab di mana saja dan bau aroma makanan halal yang memenuhi ruang udara. Saya jatuh cinta dengan Islam. Beberapa bulan kemudian, di sebuah toko buku yang hanya memiliki 24 buku. Teman lelaki saya menemukan sebuah al-Quran berkulit biru dan keemasan. Dia membelikannya untuk saya. Melihatnya saja membuat saya damai. Semakin saya membaca, semakin dahaga rasanya. Kata-katanya seperti apa yang saya cari selama ini. Saya membacanya dalam bahasa Inggris, saat ini saya sedang belajar bahasa Arab supaya saya dapat mempelajari al-Quran dalam konteks aslinya.
Saya tidak pernah merasakan kepuasan seperti yang saya alami ketika ini. Semua peristiwa yang berlaku dalam hidup saya, yang indah dan yang buruk, terutama enam perkara yang telah saya sebutkan, telah membawa saya ke jalan yang lurus. Saya mengakui bahwa ektrimis muslim telah mengajar saya menjadi takut saat saya masih muda, telah hilang, sesat dan menyimpang dari Jalan Allah dalam upaya untuk menjustifikasi keinginan dan ketamakan mereka. Bukan kesalahan Allah, bukan kesalahan dalam Firman-Nya, tidak juga kesalahan Islam atau umatnya. Allah Swt senantiasa Maha Pengasih, Maha Berkuasa dan Maha Agung atas segala yang ada di alam semesta ini. (IRIB Indonesia/reverts muslim)

Aysha: Kata Ibuku, Saya Melahirkan Anak Kristen, Bukan Muslimah Berjilbab


Nama saya Aysha. Saya berasal dari Utara Hungaria. Saya mendengar tentang Islam ketika saya berada di sekolah menengah, dalam pelajaran sejarah, karena Hungaria pernah berada di bawah kekuasaan Turki selama 150 tahun.
 
Kemudian saya memasuki universitas untuk melanjutkan pelajaran dalam bidang biologi molecular, di sini saya menemui banyak pelajar muslim dari luar negeri. Saya senantiasa ingin tahu mengapa umat Islam bangga dengan agama mereka.
 
Saya adalah seorang penganut katolik, tetapi sering punya keraguan dan saya tidak setuju dengan sebagian ajaran agama saya. Contohnya, bagaimana bisa Tuhan mempunyai putra dan demikian juga konsep trinitas.
 
Pernah suatu ketika saya sedang makan malam bersama dengan teman-teman saya, tiba-tiba terdengar suara azan. Salah seorang teman minta saya memberhentikannya, tetapi saya menolak. Saya begitu terpesona dengan keindahan suara azan dan sesuatu sepertinya menyentuh hati naluri saya.
 
Pada musim panas saya mendownload program al-Quran secara tidak sengaja. Saya tertegun mendengar lantunan bahasa Arab dan membaca teks Inggrisnya. Saya mulai berfikir tentang Islam dan membaca buku-buku berkaitan dengannya.
 
Selepas dua bulan, saya memeluk agama Islam. Saya mengucapkan syahadah di hadapan dua teman saya. Saya menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya.
 
Saya memilih Islam sebagai agama saya dan menentang budaya, keluarga terutama ibu saya.
 
Ramadhan pun tiba, saya memutuskan untuk melaksanakan puasa sebagai permulaan kehidupan baru dalam Islam. Alhamdulillah saya berhasil melaksanakannya.
 
Saya mula menunaikan shalat. Pada mulanya memang agak sulit bagi saya karena orang di sekitar saya bukan muslim. Jadi saya tidak bisa bertanya kepada siapapun.
 
Saya belajar shalat sendirian dengan melihat internet. Karena tidak ada seorangpun yang menunjukkan kepada saya bagaimana cara untuk melaksanakan shalat, bagaimana melakukan wudhu, apa yang perlu saya baca sebelumnya atau bagaimana melakukan mandi atau apakah etika dan hukum dalam Islam yang harus saya patuhi??
 
Saya pernah punya teman, sayangnya dia benar-benar membuat saya kecewa. Dia memberitahu saya bahwa saya tidak akan pernah memahami Islam karena saya tidak lahir dalam Islam. Saat saya memberitahu dia bahwa saya akan berpuasa, dia mengatakan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar saja. Pada masa itu saya benar-benar baru. Saya baru memeluk Islam kira-kira sebulan.
 
Saya menjadi takut, bagaimana jika saya tidak dapat belajar bagaimana untuk shalat dalam bahasa Arab? Bagaimana jika saya tidak dapat melaksanakan dengan cara yang benar? Saya tidak punya kerudung, saya tidak punya sajadah untuk menunaikan shalat, saya juga tidak mendapat bantuan dari seorangpun. Saya memiliki banyak keraguan.
 
Ketika saya mula menunaikan shalat, saya gambarkan Tuhan sedang melihat saya dengan senyuman. Malah saya pernah menulis teks bacaan shalat di atas kertas serta panduan-panduannya, saya memegang kertas tersebut di tangan kanan sambil membaca kuat dan rukuk. Kemudian membaca lagi, begitulah seterusnya. Saya pasti kelihatan sangat aneh.
 
Kemudian saya berhasil menghafal bahasa Arab, masalah yang saya hadapi teratasi. Saya membuka akun facebook. Di sini saya mempunyai banyak teman baru. Dari sahabat-sahabat di facebook, saya mendapat perhatian dan dukungan.
 
Malah ada seorang lelaki muslim membelikan saya kerudung, sajadah dan buku-buku Islam untuk saya. Untuk pertama kalinya saya mendapat al-Quran dalam bahasa Arab dari Yordania yang dihantar lewat pos. Kita tidak akan dapat menemukan al-Quran di Hungaria. Kini saya turut mengenakan jilbab.
 
Hubungan saya dan ibu saya menjadi tegang. Dia menuduh saya akan menjadi teroris dan saya akan meninggalkan dia seperti mana saya meninggalkan Kristen. Saya juga akan meninggalkan Hungaria. Dia sengaja meletakkan daging babi dalam kulkas. Saya enggan memakannya, perkara ini menimbulkan perselisihan besar di antara kami.
 
Dia tidak tahan melihat saya shalat atau memakai jilbab. Oleh karenanya, saya shalat di dalam kamar saya. Dia tidak akan memandang saya saat saya mengenakan jilbab dan dia akan merengut dengan berkata, "Saya melahirkan seorang anak Kristen bukan seorang muslimah yang berhijab."
 
Hubungan kami benar-benar menghadapi masalah serius. Tetapi saya tidak pernah berlaku kasar padanya. Alhamdulillah kini dia lebih tenang dan tampaknya dia menerima saya. Saya sungguh bersyukur kepada Allah. Kini dia tidak lagi merengut saat saya mengenakan jilbab.
 
Saya tidak pernah bercakap dengan ayah saya, dan dia juga tidak ingin menemui saya. Tetapi kini karena Islam, saya berbuat baik terhadapnya. Kini dia sering mengunjungi kami.
 
Ya, kehidupan saya merupakan ujian besar tetapi Alhamdulillah saya mempunyai kesabaran dan harapan. Pada Hari Kiamat nanti saya amat bersyukur kepada mereka. Saya akan terus berusaha untuk meningkatkan ilmu yang ada dan menjadi lebih baik dalam memahami ajaran Islam.
 
Saya percaya bahwa segala yang berlaku telah ditentukan oleh Allah Swt dan saya tidak dapat mengubahnya tetapi saya bisa memilih untuk hidup dengan lebih baik.
 
Saya berusaha untuk membantu orang lain di Debrecen. Saya menyelenggarakan proyek menghimpun pakaian terpakai untuk kamp pengungsi. Terdapat ramai muslim yang tidak punya rumah karena perang. Kami menghimpun pakaian dan membawanya ke sana. Saya membuat roti Pakistan untuk anak-anak dan kaum perempuan. Mereka amat gembira sekali dan kami merasa senang.
 
Dulu saya berteriak jika ada orang yang menggangu saya. Tetapi kini saya lebih suka menunjukkan contoh ke mana saja saya pergi. Saya juga berusaha untuk membimbing mereka yang baru memeluk agama Islam. Baru-baru ini saya bertemu dua orang muslimah Hungaria yang baru memeluk Islam. Saya memberikan mereka buku-buku, sajadah saya dan al-Quran. Alhamdulillah, kami shalat bersama dan mereka amat gembira sekali.
 
Saya berusaha untuk memperlihatkan citra bahwa kita umat Islam adalah orang yang baik, ramah dan memiliki hati yang bersih. Kini saya sedang belajar bahasa Arab, supaya bisa membaca al-Quran dengan baik. Saya membaca al-Quran dalam bahasa Hungaria, saya menunaikan shalat lima kali sehari semalam. Saya berusaha untuk menuruti al-Quran dan Sunnah Nabi, dan saya membaca buku untuk bisa mendapat pemahaman yang lebih baik tentang Islam. (IRIB Indonesia/Rohama.org)

Leilah Ahmad: Saya Bangga Mengatakan Diriku Sebagai Muslimah


Kedua orang tua saya memberikan kebebasan untuk saya membuat pilihan
 
Nama saya adalah Leilah Ahmad. Ibu saya warga Australia, sementara ayah saya berasal dari Pakistan. Saya mempunyai seorang saudara lelaki. Saya tidak dibesakan dalam keluarga yang religius. Ibu saya memberikan saya kebebasan untuk membuat pilihan. Oleh karenanya, saya mempunyai peluang untuk memahami Islam dengan cara saya sendiri. Tidak ada siapapun yang memaksa saya dalam hal ini.
 
Ketika saya menyedari bahwa setiap hari Jumat ayah saya pasti akan keluar dari rumah. Saya bertanya kepada ibu saya, "Ayah pergi ke mana?"
 
Ibu menjawab, "Dia menunaikan shalat jamaah".
 
Sebenarnya saya tidak paham apa itu shalat jamaah. Saya malah tidak mengetahui bahwa ayah beragama Islam. Suatu hari saya bertanya kepadanya tentang Islam.
 
Dia menjelaskan kepada saya tujuan shalat berjamaah. Apa itu shalat jamaah. Dia menjelaskan bahwa shalat tersebut merupakan bagian dari shalat lima waktu sehari semalam. Ia termasuk dalam shalat zuhur. Saya meminta izin darinya untuk ikut bersamanya ketika dia pergi menunaikan shalat jemaah. Dia memberikan saya kesempatan untuk ikut bersamanya.
 
Kunjungan ke Masjid
Dia meminta saya mengenakan pakaian sopan, kerudung dan berlengan panjang. Saya menurutinya. Ketika saya mendengar khutbah Jumat, ia memberi kesadaran kepada saya. Seolah-olah Islam adalah sesuatu yang baru buat saya. Saya tidak mempunyai sedikitpun ide tentang agama ini. Saya melihat umat Islam dan saya tidak faham mengapa wanita Islam harus mengenakan hijab.
 
Kunjungan ke masjid itu, sebenarnya bukanlah sebuah masjid. Asalnya di tempat saya dibesarkan di kota Cannes, ada sebuah rumah tempat mereka menggelar shalat jamaah dan acara-acara Islami. Pada hari pertama, saya mendengar bacaan surat al-Fil. Imam tersebut membacanya dalam dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Arab. Saya merasakan bahasa Arab yang dilantunkan begitu indah dan menimbulkan kedamaian dalam diri saya.
 
Kemudian saya mula bertanya berbagai macam persoalan kepada ayah saya. "Apakah tujuan shalat, mengapa anda memilih Islam sebagai agama anda? Mengapa wanita muslim harus mengenakan kerudung? Apa itu al-Quran? Apakah maksudnya? Dan sebagainya. Apakah maksud Islam secara khusus?" Dia menjelaskan semuanya kepada saya. Malah dia memberikan kepada saya sebuah al-Quran.
 
Melihat ayat-ayat di dalam Quran, terasa begitu mempesona. Al-Quran kelihatan begitu indah. Cantik menawan, tidak ada yang dapat menandinginya. Suatu hari saya memutuskan, selepas melakukan penelitian dan merenung dengan dalam, apalagi selepas ayah membawa saya mengikuti shalat jamaah, Magrib, Isha, semua shalat dan juga hari raya. Ketika itu saya belum Islam sepenuhnya. Saya masih belajar, belum memeluk Islam.
 
Keputusan Final
Satu hari, saya memutuskan untuk memeluk agama Islam dan inilah keputusan final saya. Akhirnya saya akan menjadi seorang muslimah. Kami pergi ke masjid, imam masjid tersebut menyaksikan saya mengucap dua kalimat syahadah. Saya telah memilih untuk menjadi muslim. Saya percaya bahwa tiada Tuhan yang saya sembah selain Allah Swt dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya.
 
Selepas satu setengah tahun kemudian, selepas mengamalkan ajaran Islam dan membaca al-Quran (saya mengambil masa selama setahun untuk mempelajari huruf-huruf bahasa Arab) kami berpindah ke Gold Coast. Orang tua kami membuat keputusan tersebut untuk memudahkan saya dan saudara lelaki saya mempelajari lebih banyak tentang Islam. Saudara lelaki saya turut memeluk agama Islam sama pada waktu saya memeluk Islam. Walaupun ia mengambil masa yang lebih lama dari saya untuk memahami Islam. Alhamdulillah kami sama-sama menjadi muslim dan bisa membaca al-Quran dengan baik.
 
Famili dan Kawan
Tidak banyak penganut Islam di Cannes. Saya kehilangan banyak teman karena kefahaman dan persepsi mereka tentang Islam amat berbeda. Banyak di antara mereka yang tidak menghormati Islam. Tidak ada siapapun yang memberi dukungan saat saya memeluk Islam kecuali ibu, ayah dan saudara lelaki saya serta keluarga. Tanpa Islam tidak mungkin saya dapat menempuh waktu-waktu kesulitan. Islam memperlihatkan kepada saya siapa kawan saya sebenarnya. Jika mereka memahami, sudah tentu mereka akan tetap bersama saya melewatinya.
 
Ketika pindah ke Gold Coast, pada mulanya saya tidak mengenali ramai kawan padahal tempat ini lebih ramai penganut Islam dan anak-anak disini lebih memahami Islam serta menjalin persahabatan lebih mudah.
 
Saya punya dua teman yang benar-benar baik. Semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka. Mereka sering mengikuti saya mendengar khutbah dan ceramah agama. Mereka mengatakan bahwa mereka suka mendengarnya. Saya amat gembira. Mereka merupakan teman terbaik saya. Andai saja mereka terbuka hati untuk memeluk agama Islam, sudah pasti ianya bertambah baik.
 
Kehidupan dalam jilbab
Saya mengambil masa setahun sebelum mula mengenakan kerudung, itupun setelah kami berada di Gold Coast. Berada di tempat ini ramai memandang umat Islam dan banyak yang menghormati umat Islam. Hal ini membuat saya lebih mudah untuk mengamalkan ajaran Islam secara terbuka, tanpa perlu menyembunyikan diri. Saat seseorang bertanya apakah agama saya, saya tidak perlu lagi mendiamkan diri. Kini saya bisa secara leluasa menyebutkan agama saya; Saya adalah seorang muslimah, dan saya bangga dengannya. Saya tidak lagi merasa takut untuk menyebutkannya.
 
Saya memberitahu kepada ayah saya, "Saya akan mengenakan kerudung esok. Saya akan ke sekolah dengan mengenakan jilbab". Dan itulah yang saya lakukan. Saya mengenakan kerudung dan berjanji tidak akan melepaskannya. Saya merasa lebih tenang. Orang melihat saya. Sebagian melihat saya dengan rasa penuh hormat. Sebagian lagi tidak, tetapi saya tidak merasakan orang merenung saya seolah-olah saya menunjukkan tubuh saya. Seolah-olah saya merasa jelek atau sepertinya, saya merasa lebih gembira. Saya merasa lebih damai. Jiwa saya merasa lebih ringan. Perasaan saya memang indah..alhamdulillah. Saya tidak akan mengubahnya dengan dunia. Saya lebih rela mati dari melepaskan kerudung saya.
 
Apa yang bisa diberikan oleh Islam?
Kehidupan saya tidak mengalami perubahan besar. Saya masih orang yang sama. Saya masih seperti manusia biasa macam orang lain. Saya makan macam orang lain. Tetapi kehidupan saya lebih murni, dan semuanya lebih masuk akal. Saya menjauhkan diri dari yang haram dan memelihara yang halal. Itulah jalan benar. Dan untuk memberikan petunjuk kepada orang lain, sudah tentu ia merupakan perbedaan besar.
 
Islam banyak sekali memberikan jalan. Bagi saya, Islam memberikan kedamaian, kesejahteraan, kebenaran, cinta, kebersihan dan jalan hidup.
 
Bagi saya, Islam merupakan jalan hidup.
 
Dan saya masih orang yang sama. Saya adalah warga Australia tetapi keimanan saya berbeda. Saya adalah seorang muslimah. Saya seorang muslimah Australia. Dan saya bangga untuk mengatakan saya adalah seorang muslimah…. Alhamdulillah. (IRIB Indonesia/rohama.org)

13 Rajab, Imam Ali bin Abi Thalib as Lahir


Imam Ali bin Abi Thalib as Lahir
 
Tanggal 13 Rajab 23 tahun sebelum Hijrah, Ali bin Abi Thalib, kemenakan Rasulullah, menantu, dan pemimpin kaum Muslimin sepeninggal Nabi, terlahir ke dunia. Beliau dilahirkan di dalam Ka'bah oleh ibundanya yang bernama Fathimah binti Asad. Ayah beliau adalah Abu Thalib, paman Rasulullah. Sejak kecil, Ali as telah berada dalam asuhan dan didikan Rasulullah dan dia menjadi laki-laki pertama yang menerima ajaran Islam.
 
Pada akhir tahun ke-2 Hijriah, Ali as menikahi purti Rasulullah, Fathimah az-Zahra as. Beliau selalu mendampingi Rasulullah dalam segala duka dan kesulitan dalam menyebarkan Islam dan ikut dalam semua peperangan yang dihadiri Rasululllah, kecuali dalam Perang Tabuk. Imam Ali as selain dikenal karena keberaniannya, juga amat terkenal kedermawanan dan kelembutan hatinya.
 
Beliau selalu membantu dan melindungi fakir miskin, kaum tertindas, dan anak yatim. Ketika menjadi khalifah kaum Muslimin, beliau menjalankan pemerintahan dengan sangat adil. Dalam beribadah kepada Allah, beliau dikenal sangat tekun dan khusyuk, sampai-sampai, beliau tidak merasakan ada anak panah menancap di tubuhnya pada saat sedang shalat.  Imam Ali as gugur syahid akibat dibunuh oleh musuhnya ketika beliau sedang shalat pada usia ke 63 tahun.
 
Salah satu hadis dari Imam Ali adalah, "Berperilakulah dengan baik kepada masyarakat, sehingga ketika engkau mati, mereka akan menangisimu dan ketika engkau hidup mereka akan baik kepadamu."
 
Muhammad bin Isa Turmudzi Wafat
 
Muhammad bin Isa yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Isa Turmudzi merupakan ahli hadis dan tergolong perawi hadis Ahli Sunnah. Beliau memiliki kekuatan hafalan yang luar biasa dan merupakan murid khusus Imam Bukhari. Kitab Sahih Turmudzi merupakan referensi tingkat pertama di bidang Hadis di Ahli Sunnah. Beliau wafat pada 13 Rajab 279 Hq di usia 70 tahun. (IRIB Indonesia)

Imam Ali bin Abi Thalib AS Berbicara Tentang Dirinya


Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as adalah sosok manusia agung yang kebesarannya diakui oleh semua orang sepanjang sejarah. Beliau adalah puncak keimanan, keikhlasan, ketakwaan, ilmu, kelapangan hati, keberanian, kasih sayang, keadilan dan seluruh nilai suci dan mulia insani. Kedengkian musuh-musuhnya tak pernah bisa mengecilkan keagungannya di mata semua orang. Berlalunya masa dan berputarnya sejarah tak pernah membuat nama dan kenangan akan wujud ini pudar. Banyak yang berbicara tentang murid terdekat dan pengikut paling setia Nabi ini. Tapi bagaimanakah beliau menyifati dirinya sendiri?
 
Imam Ali as dalam banyak kesempatan memberitahu umat akan dirinya supaya mereka mengenal sosok pemimpin Ilahi ini yang diamanatkan Nabi Saw kepada mereka agar selalu mengikuti jejak dan langkahnya. Ali as menjelaskan kedekatan beliau dengan Nabi saw dan berkata, "Kalian mengetahui posisiku di sisi Nabi baik dari kekerabatan maupun kedekatan khususku dengan beliau..."
 
Aku selalu mengikuti ke mana saja beliau pergi ibarat anak yang mengikuti induknya. Setiap hari Nabi menunjukkan kepadaku akhlak yang mulia dan memerintahkanku untuk mengikutinya. Setiap tahun untuk beberapa bulan lamanya beliau berkhalwat di gua Hira, dan hanya aku yang melihat beliau....
 
Saat itu tak ada rumah yang dimasuki cahaya Islam kecuali rumah Nabi dan Khadijah, dan aku adalah orang yang ketiga setelah mereka. Aku menyaksikan cahaya wahyu dan risalah dan mencium semerbak wangi kenabian. Ketika wahyu turun kepada beliau aku mendengar jeritan setan. Aku bertanya, suara apakah ini, ya Rasulullah? Dan beliau pun menjawab, ini adalah jeritan setan yang merasa putus asa untuk selalu disembah. Nabi bersabda, ‘Wahai Ali, engkau mendengar apa yang aku dengar dan melihat apa yang aku lihat, hanya saja engkau bukanlah nabi tetapi wazir dan penolongku. Engkau selalu berada di jalan kebaikan dan kebenaran." (Khotbah Nahjul Balaghah ke-192)
 
Seluruh keutamaan dan keagungan Ali bersumber pada ilmu ilahi yang sangat luas yang ada padanya. Beliau adalah sosok manusia yang diberi anugerah ilmu dan hikmah yang didapatkannya dari Rasulullah Saw. Nabi Saw dalam hadisnya bersabda, "Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintu kota itu." Ali sendiri pernah berkata, "Aliran ilmu memancar deras dari wujudku yang bak gunung tinggi, sementara burung-burung yang terbang di angkasa ilmu tak akan sampai kepadaku." (Khotbah Nahjul Balaghah ke-3)
 
Kepada Kumail, salah seorang sahabat dan muridnya, Imam Ali as berkata, "Ketahuilah bahwa di dada ini terpendam ilmu yang luas. Andai saja aku menemukan orang yang bisa menerimanya." Kepada umat yang tenggelam dalam kecintaan dunia, beliau mengingatkan, "Tanyakanlah kepadaku apa saja yang kalian maukan sebelum kalian kehilangan aku. Sebab, aku mengenal jalan-jalan di langit lebih baik dari jalan-jalan yang ada di bumi ini."
 
Amirul Mukminin selain dikenal dengan keberanian tiada tara dan kecintaannya kepada kesyahidan juga dikenal dengan jiwanya yang ksatria dan akhlaknya yang mulia. Beliau pernah berkata, "Pertama kali menjejakkan kaki di medan tempur usiaku belum genap dua puluh tahun. Demi Allah, dalam berperang melawan musuh-musuh kebenaran dan mereka yang tenggelam dalam kesesatan aku tak pernah segan dan enggan. Ketahuilah bahwa aku tak pernah merasa lemah dan tak pernah membiarkan rasa takut merasuk ke dalam jiwaku. Demi Allah, aku akan mengoyak kebatilan dan menarik kebenaran keluar darinya." (Khotbah Nahjul Balaghah ke-104)
 
Dalam perang Khandaq ketika jawara kafir Amr bin Abdi Wad berhasil menyebrangi parit dan mendendangkan syair-syair tantangan, tak ada yang maju menjawabnya kecuali Ali bin Abi Thalib as. Dalam perang tanding itu, Ali berhasil mengalahkan Amr yang namanya menggetarkan hati para jawara Arab. Saat berhasil menyungkurkan Amr dan siap membunuhnya, mendadak Ali bangkit dan urung menghabisi lawannya. Beberapa saat kemudian beliau kembali dan melayangkan pukulan pemungkas. Amr pun tewas di tangan Ali. Setelah perang usai, Nabi Saw menanyakan apa yang membuatnya sempat urung membunuh Amr. Ali menjawab, "Ya Rasulullah, dia mencaciku dan meludahi mukaku. Aku takut jika aku membunuhnya untuk memuaskan amarah pribadiku. Kubiarkan dia sampai aku berhasil meredakan amarah lalu kembali untuk membunuhnya demi ridha Allah."
 
Ali as adalah sosok pemimpin agung di tengah umat manusia. Meski demikian, imannya yang tinggi dan kerendahan hatinya membuat beliau selalu memandang diri tak lebih dari seorang hamba Allah yang memikul tanggung jawab menegakkan kebenaran. Saat berdiri di mihrab ibadah, beliau tenggelam dalam lautan keindahan Rabbani dan keagungan Ilahi hingga tak sadarkan diri. Dalam riwayat disebutkan, saat sebuah anak panah menembus kakinya, mereka menarik anak panah itu saat beliau dalam keadaan shalat tanpa pernah beliau rasakan sakitnya. Ketika berbicara tentang ketaqwaan, kezuhudan dan penolakan terhadap dunia, orang akan lupa bahwa pembicara ini adalah pemimpin yang kata-katanya berpengaruh besar dan kekuasaan ada di tangannya. Seakan kata-kata itu keluar dari lisan seorang abid yang hanya sibuk beribadah di sudut rumah dan mengasingkan diri dari masyarakat. Sementara, Ali adalah sosok manusia agung yang terlibat aktif di medan tempur kala api peperangan kebenaran melawan kebatilan berkobar. Beliau adalah figur pemberani yang menerjang barisan musuh dan mengobrak-abriknya dengan tarian lincah pedangnya. Kepiawaiannya dalam bertempur menggetarkan hati musuh-musuhnya.
 
Imam Ali as berkata, "Ketahuilah bahwa setiap kaum pasti memiliki pemimpin yang menerangi mereka dengan cahaya ilmunya. Ketahuilah bahwa pemimpin kalian ini (Ali bin Abi Thalib) tidak memiliki pakaian kecuali baju dan jubah yang dipakainya dan tidak memenuhi perutnya kecuali dengan dua kerat roti. Jika kalian tak bisa melakukan itu, setidaknya bantulah aku dengan ketaqwaan, usaha, kesucian dan kebaikan kalian. Demi Allah, aku tak pernah memerintahkan kalian untuk melaksanakan ketaatan kecuali aku telah terlebih dahulu melakukannya, dan tidak pernah aku mencegah kalian dari dosa kecuali aku terlebih dahulu menjauhinya." (Khotbah Nahjul Balaghah ke-175)
 
Dalam suratnya kepada Gubernur Basrah Utsman bin Hunaif, Imam Ali menyatakan, "Aku mendengar berita bahwa sekelompok orang mengundangmu pada sebuah jamuan dan engkau pun memenuhi undangan yang menyajikan berbagai jenis makanan dan minuman yang berlimpah itu. Aku tak pernah menduga bahwa engkau akan mendatangi jamuan yang menolak kehadiran kaum fakir dan memanjakan orang-orang kaya."

Pemimpin Ilahi ini memandang hina kekuasaan dan pemerintahan yang diartikan sebagai kedudukan duniawi yang bisa memenuhi ambisi kepangkatan manusia. Namun demikian, jika kekuasaan itu ditujukan untuk menegakkan keadilan, membela hak umat dan mengabdi kepada masyarakat, beliau memandangnya sebagai perkara suci yang mesti diperjuangkan dengan sepenuh jiwa. Dalam memimpin umat Imam Ali as sangat menghormati hak masyarakat dan selalu membela hak-hak kaum tertindas yang dinistakan oleh kaum zalim. Beliau berkata, "Apakah aku harus puas dengan panggilan Amirul Mukminin sementara aku tidak bisa berempati dengan masyarakat dan tidak berbuat untuk meringankan kegetiran kehidupan mereka?"
 
Mengenai hak pemerintah dan rakyat beliau menjelaskan, "Hak timbal balik yang paling besar adalah hak pemerintah atas masyarakat dan hak masyarakat atas pemerintah.. Masyarakat tak akan merasakan kebaikan kecuali jika penguasa mereka baik dan pemerintahan tak akan menjadi baik kecuali jika rakyatnya loyal dan tabah. Ketika rakyat komitmen menjaga hak pemerintah dan pemerintah melaksanakan apa yang menjadi hak rakyat saat itulah hukum akan berdiri kokoh di tengah masyarakat dan tiang agama akan tegak."
 
Imam Ali as laksana pelita benderang yang menerangi jalan umat menuju hakikat dan kebenaran. Dalam kaitan ini, beliau menjelaskan kebenaran yang ada pada dirinya dan bersumpah atas nama Allah, Tuhan yang Maha Esa bahwa beliau berada di jalan yang benar sementara musuh-musuhnya berada di jalan kesesatan. Beliau berkata, "Perumpamaanku di tengah kalian ibarat pelita benderang yang bersinar di kegelapan. Siapa saja yang berjalan ke arahnya akan memanfaatkan cahaya yang ada padanya." (Khotbah ke-187)
Dalam ungkapan lain beliau berkata, "Ketika kalian berada dalam gelapnya kebodohan dan kesesatan, berkat kami kalian memperoleh petunjuk dan bimbingan ke arah kebenaran dan dengannya kalian menjadi terhormat. Kesejahteraan kalian dapatkan berkat cahaya kami." (Khotbah ke-4) (IRIB Indonesia)

Senin, 26 Maret 2012

Agama dan Keluarga Yang Sehat, Orang Tua Harus Jujur dalam Berbicara dan Berperilaku


Sebagaimana yang telah kita bahas pada pertemuan sebelumnya bahwa proses beragama dan beriman kepada nilai-nilai agama itu sendiri akan tampak sesuai dengan jenjang usia dan perkembangan jiwa seseorang. Jelas bahwa pengenalan terhadap jenjang usia dan kebutuhan-kebutuhan emosional anak-anak serta remaja dapat membantu orang tua dalam membentuk identitas keagamaan anak-anak mereka. Ajaran agama akan bernilai bagi anak-anak saat ajaran itu berhubungan dengan kebutuhan internal mereka. Sementara tugas orang tua dan tenaga pendidik adalah memperkenalkan ajaran-ajaran agama kepada anak-anak mereka sesuai dengan tingkatan usia.
 
Jika Anda masih ingat, pada penjelasan sebelumnya kami telah memaparkan bahwa kecenderungan batin orang dewasa terhadap perkara spiritual sangat berpengaruh bagi anak-anak. Terkadang kejujuran dan kesucian jiwa orang tua serta tenaga pendidik lebih berpengaruh ketimbang pendidikan agama yang disampaikan secara lisan dan langsung kepada mereka. Oleh sebab itu, orang tua perlu memperhatikan pensucian jiwa, keikhlasan, dan kejujuran dalam berperilaku serta berucap.
 
Sebagaimana yang telah diteliti dan dikaji oleh para psikolog, kesadaran beragama sama halnya dengan kebutuhan dan proses psikologis lainnya juga memiliki klasifikasi usia. Tahap pertama adalah fase perilaku dan sikap meniru. Pada fase ini, seorang anak akan meniru dan mengikuti amal ibadah orang tua mereka secara lahiriyah. Sebagai contoh, ketika orang tua menunaikan shalat, anak-anak mereka juga akan mengikutinya meski tanpa mengetahui esensi dan nilai di balik ibadah tersebut. Mereka akan melakukan gerak-gerik yang sama seperti, berdiri tegak, ruku', dan sujud. Perilaku meniru ini meski tidak menyentuh esensi perbuatan, namun para psikolog berkesimpulan bahwa dimensi lahiriyah amal ibadah akan berpengaruh bagi sudut pandang regili anak-anak. Keadaan ini biasanya dimulai dari usia empat tahun hingga enam tahun.
 
Tahap kedua proses pendidikan agama diperuntukkan untuk anak-anak yang berusia antara 6 hingga 11 tahun. Pada fase ini, seorang anak selain bersikap meniru, mereka juga terpengaruh oleh emosional, perasaan, dan kasih sayang orang tuanya dalam bidang agama. Kecenderungan dan kesenangan untuk beribadah akan membentuk dalam diri anak-anak. Semakin besar ekspresi dan penghayatan orang tua dalam melaksanakan amal ibadah dan kewajiban agama, maka anak mereka juga semakin dapat merekam secara detail gerak-gerik itu dalam memori mereka. Bahkan dengan sendirinya mereka akan tertarik untuk menunaikan kewajiban agama seperti berpuasa. Saat mereka sibuk beribadah, manifestasi perasaan hati mereka akan dipersembahkan kehadirat Allah Swt. Perasaan suci ini akan membentuk pilar-pilar keimanan mereka di masa mendatang.
 
Fase ketiga pertumbuhan kesadaran beragama bersamaan dengan masa remaja, yaitu antara usia 11 tahun hingga 16. Pada masa itu, kecenderungan emosional dan kasih sayang secara perlahan digantikan oleh fase argumentatif dan dalil. Pada fase ini, anak-anak remaja menerima ajaran agama dan ritual ibadah lewat argumentasi dan dalil. Tahap ini merupakan fase penting dan sensitif dalam pendidikan agama.
 
Tahap terakhir dalam pendidikan agama adalah fase irfani (Gnostic/Mysticism). Sebagaimana yang telah kami singgung pada pertemuan lalu, tahap ini oleh para psikolog disebut fase "Pengembangan Mazhab". Dalam fase ini, seorang individu selain bersandar pada argumentasi, juga memiliki eksperimen dan perasaan batin terhadap ajaran agama. Namun, keberhasilan dalam fase terakhir ini akan terwujud ketika seseorang telah melalui proses alamiah dan logis fase-fase sebelumnya.
 
Oleh sebab itu, perubahan kesadaran beragama dan fase-fasenya menunjukkan keberadaan sebuah kebutuhan dasar terhadap agama yang tertanam dalam konstruksi jiwa dan fitrah manusia. Kondisi pendidikan yang mendukung dan ketiadaan hambatan dalam keluarga akan mendorong berkembangnya kesadaran beragama dalam diri kaum remaja dan pemuda.Setelah menyimak pemaparan tahapan-tahapan dalam pendidikan agama, maka dapat kita simpulkan bahwa pembekalan pendidikan agama harus sesuai dengan usia, kapasitas mental, dan daya pikir anak-anak dan remaja.
 
Jika pesan-pesan moral dan religi tidak sesuai dengan watak dan daya pikir anak-anak serta remaja, proses pendidikan agama akan mengalami masalah. Imam Ali bin Abi Thalib as mengatakan, "Jika materi pelajaran tidak sesuai dengan tabiat manusia dan tidak membantu nalar mereka, maka ilmu yang diperoleh tidak akan membuahkan hasil." Terkait orang-orang yang tidak mengembangkan daya pikirnya, Imam Ali as mengatakan, "Mereka sama seperti orang buta yang dipancari sinar matahari." Artinya, jika kapasitas internal dan daya pikir seseorang tidak siap untuk menerima ilmu dan pengetahuan, maka pendidikan dan pengajaran tidak akan berguna baginya.
 
Masih ada faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam proses pendidikan agama selain kesiapan internal tadi. Salah satu dari faktor itu adalah mengenal kebutuhan. Psikolog Perancis, Henry Wallen mengatakan, "Anak-anak dan remaja hanya tertarik pada hal-hal yang sesuai dengan selera dan keinginannya." Interaksi yang baik dan efektif akan tercipta ketika muatan pesan kita sesuai dengan keinginan dan kebutuhan internal seseorang. Dalam menyampaikan pesan pendidikan dan moral yang pertama kali harus diperhatikan adalah ketertarikan dan rasa suka anak-anak serta remaja. Kalau ketertarikan itu belum muncul, pendidik harus berupaya melahirkan kondisi tersebut.
 
Imam Ali bin Abi Thalib as dalam kitab Nahjul Balaghah, hikmah ke-184 memaparkan poin yang sangat penting berkaitan dengan masalah tersebut. Imam Ali as mengatakan, "Ketahuilah bahwa dalam hati terdapat dua potensi yaitu kesenangan dan kebencian. Oleh karena itu, berusahalah untuk mengambil hati manusia lewat hal-hal yang mereka senangi dan cintai." Dalam lanjutan ucapannya, Imam Ali as berkata, "Jika hati diakrabkan dengan hal-hal yang dibenci dan bersifat paksaan, maka ia akan buta." Pemikir Syahid Murtadha Mutahhari dalam menjelaskan ucapan Imam Ali as ini mengatakan, "Jiwa dan hati manusia juga menderita rasa sakit dan kelelahan sama seperti badan dan jasadnya. Oleh karena itu, kita tidak boleh membebaninya dengan pemikiran-pemikiran rumit. Kita harus mengeluarkan hati dari rasa sakit dengan hal-hal yang menceriakan dan menyenangkannya."
 
Tekad kuat dan kesiapan hati dalam menerima sesuatu berperan sangat penting sampai-sampai pendidikan Islam menjadikan niat, kemauan dalam diri, dan kekhusyukan sebagai syarat utama dalam beribadah. Bagian-bagian penting lainnya dalam pendidikan agama adalah muatan dan isi pembicaraan serta pemilihan kosa kata yang sesuai dengan tingkat pemahaman, budaya, dan struktur pemikiran seseorang. Intonasi dan gaya bicara, kualitas dan kuantitas pesan, dan bahkan suara dan raut wajah pembicara dapat berpengaruh positif atau negatif bagi audien. Untuk itu, pesan-pesan moral dan pendidikan juga harus disampaikan secara profesional dan proporsional.
 
Pendidikan agama memberikan keindahan kepada anak-anak dan memahamkan mereka bahwa beragama dan bertuhan sebagai penyebab kebahagiaan, ketenangan jiwa, dan akan memahami kelezatan hakiki kehidupan ini. Kesadaran beragama akan mendatangkan kelembutan ruh dan kestabilan jiwa bagi seseorang. Orang tua harus berusaha membekali pendidikan agama untuk anak-anak dan remaja dalam lingkungan yang sehat, stabil, dan menarik.
 
Dalam pendidikan agama, pengembangan kesadaran bermazhab lebih utama ketimbang ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Karena pendidikan agama hidup bersama kepercayaan-kepercayaan hati dan tidak hanya sebatas mengetahui dan mengumpulkan pengetahuan tentangnya. Jika agama membawa kesempurnaan bagi manusia, maka pendidikan tentang manifestasi keindahan agama akan melahirkan keceriaan, optimisme, dan gerakan konstruktif bagi anak-anak dan remaja. (IRIBIndonesia)