Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as adalah sosok manusia agung
yang kebesarannya diakui oleh semua orang sepanjang sejarah. Beliau
adalah puncak keimanan, keikhlasan, ketakwaan, ilmu, kelapangan hati,
keberanian, kasih sayang, keadilan dan seluruh nilai suci dan mulia
insani. Kedengkian musuh-musuhnya tak pernah bisa mengecilkan
keagungannya di mata semua orang. Berlalunya masa dan berputarnya
sejarah tak pernah membuat nama dan kenangan akan wujud ini pudar.
Banyak yang berbicara tentang murid terdekat dan pengikut paling setia
Nabi ini. Tapi bagaimanakah beliau menyifati dirinya sendiri?
Imam Ali as dalam banyak kesempatan memberitahu umat akan dirinya
supaya mereka mengenal sosok pemimpin Ilahi ini yang diamanatkan Nabi
Saw kepada mereka agar selalu mengikuti jejak dan langkahnya. Ali as
menjelaskan kedekatan beliau dengan Nabi saw dan berkata, "Kalian mengetahui posisiku di sisi Nabi baik dari kekerabatan maupun kedekatan khususku dengan beliau..."
Aku
selalu mengikuti ke mana saja beliau pergi ibarat anak yang mengikuti
induknya. Setiap hari Nabi menunjukkan kepadaku akhlak yang mulia dan
memerintahkanku untuk mengikutinya. Setiap tahun untuk beberapa bulan
lamanya beliau berkhalwat di gua Hira, dan hanya aku yang melihat
beliau....
Saat itu tak ada rumah yang
dimasuki cahaya Islam kecuali rumah Nabi dan Khadijah, dan aku adalah
orang yang ketiga setelah mereka. Aku menyaksikan cahaya wahyu dan
risalah dan mencium semerbak wangi kenabian. Ketika wahyu turun kepada
beliau aku mendengar jeritan setan. Aku bertanya, suara apakah ini, ya
Rasulullah? Dan beliau pun menjawab, ini adalah jeritan setan yang
merasa putus asa untuk selalu disembah. Nabi bersabda, ‘Wahai Ali,
engkau mendengar apa yang aku dengar dan melihat apa yang aku lihat,
hanya saja engkau bukanlah nabi tetapi wazir dan penolongku. Engkau
selalu berada di jalan kebaikan dan kebenaran." (Khotbah Nahjul Balaghah ke-192)
Seluruh keutamaan dan keagungan Ali bersumber pada ilmu ilahi yang
sangat luas yang ada padanya. Beliau adalah sosok manusia yang diberi
anugerah ilmu dan hikmah yang didapatkannya dari Rasulullah Saw. Nabi
Saw dalam hadisnya bersabda, "Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah
pintu kota itu." Ali sendiri pernah berkata, "Aliran ilmu memancar deras
dari wujudku yang bak gunung tinggi, sementara burung-burung yang
terbang di angkasa ilmu tak akan sampai kepadaku." (Khotbah Nahjul Balaghah ke-3)
Kepada Kumail, salah seorang sahabat dan muridnya, Imam Ali as berkata, "Ketahuilah bahwa di dada ini terpendam ilmu yang luas. Andai saja aku menemukan orang yang bisa menerimanya." Kepada umat yang tenggelam dalam kecintaan dunia, beliau mengingatkan, "Tanyakanlah
kepadaku apa saja yang kalian maukan sebelum kalian kehilangan aku.
Sebab, aku mengenal jalan-jalan di langit lebih baik dari jalan-jalan
yang ada di bumi ini."
Amirul Mukminin selain
dikenal dengan keberanian tiada tara dan kecintaannya kepada kesyahidan
juga dikenal dengan jiwanya yang ksatria dan akhlaknya yang mulia.
Beliau pernah berkata, "Pertama kali menjejakkan kaki di medan
tempur usiaku belum genap dua puluh tahun. Demi Allah, dalam berperang
melawan musuh-musuh kebenaran dan mereka yang tenggelam dalam kesesatan
aku tak pernah segan dan enggan. Ketahuilah bahwa aku tak pernah merasa
lemah dan tak pernah membiarkan rasa takut merasuk ke dalam jiwaku. Demi
Allah, aku akan mengoyak kebatilan dan menarik kebenaran keluar
darinya." (Khotbah Nahjul Balaghah ke-104)
Dalam
perang Khandaq ketika jawara kafir Amr bin Abdi Wad berhasil menyebrangi
parit dan mendendangkan syair-syair tantangan, tak ada yang maju
menjawabnya kecuali Ali bin Abi Thalib as. Dalam perang tanding itu, Ali
berhasil mengalahkan Amr yang namanya menggetarkan hati para jawara
Arab. Saat berhasil menyungkurkan Amr dan siap membunuhnya, mendadak Ali
bangkit dan urung menghabisi lawannya. Beberapa saat kemudian beliau
kembali dan melayangkan pukulan pemungkas. Amr pun tewas di tangan Ali.
Setelah perang usai, Nabi Saw menanyakan apa yang membuatnya sempat
urung membunuh Amr. Ali menjawab, "Ya Rasulullah, dia mencaciku dan
meludahi mukaku. Aku takut jika aku membunuhnya untuk memuaskan amarah
pribadiku. Kubiarkan dia sampai aku berhasil meredakan amarah lalu
kembali untuk membunuhnya demi ridha Allah."
Ali
as adalah sosok pemimpin agung di tengah umat manusia. Meski demikian,
imannya yang tinggi dan kerendahan hatinya membuat beliau selalu
memandang diri tak lebih dari seorang hamba Allah yang memikul tanggung
jawab menegakkan kebenaran. Saat berdiri di mihrab ibadah, beliau
tenggelam dalam lautan keindahan Rabbani dan keagungan Ilahi hingga tak
sadarkan diri. Dalam riwayat disebutkan, saat sebuah anak panah menembus
kakinya, mereka menarik anak panah itu saat beliau dalam keadaan shalat
tanpa pernah beliau rasakan sakitnya. Ketika berbicara tentang
ketaqwaan, kezuhudan dan penolakan terhadap dunia, orang akan lupa bahwa
pembicara ini adalah pemimpin yang kata-katanya berpengaruh besar dan
kekuasaan ada di tangannya. Seakan kata-kata itu keluar dari lisan
seorang abid yang hanya sibuk beribadah di sudut rumah dan mengasingkan
diri dari masyarakat. Sementara, Ali adalah sosok manusia agung yang
terlibat aktif di medan tempur kala api peperangan kebenaran melawan
kebatilan berkobar. Beliau adalah figur pemberani yang menerjang barisan
musuh dan mengobrak-abriknya dengan tarian lincah pedangnya.
Kepiawaiannya dalam bertempur menggetarkan hati musuh-musuhnya.
Imam Ali as berkata, "Ketahuilah
bahwa setiap kaum pasti memiliki pemimpin yang menerangi mereka dengan
cahaya ilmunya. Ketahuilah bahwa pemimpin kalian ini (Ali bin Abi
Thalib) tidak memiliki pakaian kecuali baju dan jubah yang dipakainya
dan tidak memenuhi perutnya kecuali dengan dua kerat roti. Jika kalian
tak bisa melakukan itu, setidaknya bantulah aku dengan ketaqwaan, usaha,
kesucian dan kebaikan kalian. Demi Allah, aku tak pernah memerintahkan
kalian untuk melaksanakan ketaatan kecuali aku telah terlebih dahulu
melakukannya, dan tidak pernah aku mencegah kalian dari dosa kecuali aku
terlebih dahulu menjauhinya." (Khotbah Nahjul Balaghah ke-175)
Dalam suratnya kepada Gubernur Basrah Utsman bin Hunaif, Imam Ali menyatakan, "Aku
mendengar berita bahwa sekelompok orang mengundangmu pada sebuah jamuan
dan engkau pun memenuhi undangan yang menyajikan berbagai jenis makanan
dan minuman yang berlimpah itu. Aku tak pernah menduga bahwa engkau
akan mendatangi jamuan yang menolak kehadiran kaum fakir dan memanjakan
orang-orang kaya."
Pemimpin Ilahi ini memandang hina kekuasaan dan pemerintahan yang diartikan sebagai kedudukan duniawi yang bisa memenuhi ambisi kepangkatan manusia. Namun demikian, jika kekuasaan itu ditujukan untuk menegakkan keadilan, membela hak umat dan mengabdi kepada masyarakat, beliau memandangnya sebagai perkara suci yang mesti diperjuangkan dengan sepenuh jiwa. Dalam memimpin umat Imam Ali as sangat menghormati hak masyarakat dan selalu membela hak-hak kaum tertindas yang dinistakan oleh kaum zalim. Beliau berkata, "Apakah aku harus puas dengan panggilan Amirul Mukminin sementara aku tidak bisa berempati dengan masyarakat dan tidak berbuat untuk meringankan kegetiran kehidupan mereka?"
Mengenai hak pemerintah dan rakyat beliau menjelaskan, "Hak
timbal balik yang paling besar adalah hak pemerintah atas masyarakat
dan hak masyarakat atas pemerintah.. Masyarakat tak akan merasakan
kebaikan kecuali jika penguasa mereka baik dan pemerintahan tak akan
menjadi baik kecuali jika rakyatnya loyal dan tabah. Ketika rakyat
komitmen menjaga hak pemerintah dan pemerintah melaksanakan apa yang
menjadi hak rakyat saat itulah hukum akan berdiri kokoh di tengah
masyarakat dan tiang agama akan tegak."
Imam Ali
as laksana pelita benderang yang menerangi jalan umat menuju hakikat dan
kebenaran. Dalam kaitan ini, beliau menjelaskan kebenaran yang ada pada
dirinya dan bersumpah atas nama Allah, Tuhan yang Maha Esa bahwa beliau
berada di jalan yang benar sementara musuh-musuhnya berada di jalan
kesesatan. Beliau berkata, "Perumpamaanku di tengah kalian ibarat
pelita benderang yang bersinar di kegelapan. Siapa saja yang berjalan ke
arahnya akan memanfaatkan cahaya yang ada padanya." (Khotbah ke-187)
Dalam ungkapan lain beliau berkata, "Ketika
kalian berada dalam gelapnya kebodohan dan kesesatan, berkat kami
kalian memperoleh petunjuk dan bimbingan ke arah kebenaran dan dengannya
kalian menjadi terhormat. Kesejahteraan kalian dapatkan berkat cahaya
kami." (Khotbah ke-4) (IRIB Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar