Amerika Serikat telah mengecualikan 10 negara anggota Uni Eropa
ditambah Jepang dari sanksi baru terhadap Iran mengingat kesebelas
negara itu telah mengurangi pembelian minyaknya dari Tehran.
Menlu AS, Hillary Clinton dalam sebuah statemennya Selasa (20/3)
menyatakan, pengecualian itu mencakup lembaga keuangan dari 11 negara
yaitu Belgia, Inggris, Republik Ceko, Perancis, Jerman, Yunani, Italia,
Belanda, Polandia, Spanyol dan Jepang.
Dikatakan
Clinton, "Langkah yang telah diambil oleh negara-negara tersebut tidak
mudah .... Mereka harus memikirkan kembali tuntutan energi mereka di
saat perekonomian dunia sedang kritis dan dengan cepat mulai mencari
alternatif selain minyak Iran."
Clinton juga
mengapresiasi negara-negara, khususnya Jepang atas kebijakan mereka yang
secara signifikan mengurangi pembelian minyak mentah dari Tehran dan
mendesak negara-negara lain pengimpor minyak dari Iran untuk mengikuti
langkah yang sama.
"Diplomasi ditambah dengan tekanan
yang kuat dapat mencapai solusi jangka panjang yang kami upayakan dan
kami akan terus bekerjasama dengan mitra internasional kami untuk
meningkatkan tekanan terhadap Iran dalam memenuhi kewajiban
internasionalnya," tutur Clinton.
Di lain pihak,
seorang pejabat senior AS yang menolak namanya dipublikasikan mengatakan
bahwa Presiden Barack Obama akhirnya harus memutuskan apakah tetap akan
menjatuhkan sanksi ekonomi yang akan berlaku efektif pada 28 Juni.
Sejumlah negara penting belum dikecualikan dari sanksi terhadap Iran termasuk Cina, India dan Korea Selatan.
Cina merupakan pembeli terbesar minyak mentah Iran dan data yang
dirilis oleh Departemen Energi Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar
22 persen ekspor minyak Iran dibeli Cina.
Selain itu,
Beijing juga menentang pembatasan perdagangan terhadap Iran, mengatakan
bahwa sanksi terhadap sektor minyak Republik Islam tidak "konstruktif."
Sementara itu, India yang memiliki hubungan harmonis dengan Amerika
Serikat, juga ikut menentang sanksi terhadap sektor minyak Iran.
Sejak awal tahun 2012, AS dan Uni Eropa memberlakukan sanksi finansial
dan impor minyak Iran yang bertujuan memaksa Iran menghentikan program
nuklir sipilnya. Barat mengklaim bahwa program energi nuklir Iran
mengacu pada tujuan-tujuan militer.
Meski demikian,
Tehran membantah klaim tersebut dan menegaskan bahwa sebagai
penandatangan Traktor Non Pro-Liferasi Nuklir (NPT) dan juga anggota
Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Iran berhak mendayagunakan
teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Selain itu, berbagai inspeksi
oleh IAEA juga menunjukkan tidak adanya penyelewengan dalam program
nuklir Iran. (IRIB Indonesia/MZ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar