Sabtu, 10 Maret 2012

Mantan Baptist Masuk Islam


Aminah Assilmi adalah sosok wanita yang pernah menjadi seorang Baptist, feminis yang radikal, reporter dan jurnalis. Namun kini dia adalah seorang duta Islam dan menjabat sebagai Direktur International Union of Muslim Women serta tinggal di Fairfield, Ohio. Dia telah melakukan kunjungan ke berbagai perguruan tinggi dan memberikan wawasan serta pemahaman tentang Islam. Sebagai seorang muslimah, Assilmi memakai pakaian Islami secara lengkap dan sempurna.
 
Saat Assilmi belajar di kelas teater di kampusnya beberapa tahun lalu, hampir saja dia keluar dari kelas tersebut ketika melihat beberapa mahasiswa Arab mengenakan hijab. Dia menceritakan hal itu dalam bukunya yang berjudul "Choosing Islam". Dalam buku itu, Assilmi menyebutkan bahwa tidak mungkin dia mengikuti kelas bersama orang-orang"kotor", kemudian dia menutup pintu kelas dan kembali ke rumahnya.
 
Setelah mendapat dorongan dan semangat dari suaminya untuk melanjutkan belajar teater di kelasnya, Assilmi merasa terpanggil untuk mengubah cara hidup umat Islam yang dianggapnya terbelakang dan bodoh. Panggilan jiwanya tersebut telah mendorong Assilmi untuk mulai mempelajari al-Quran, namun dia juga memiliki tujuan lain yaitu berharap memperoleh bukti bahwa Nabi Muhammad Saw adalah nabi palsu dan Islam bukan agama yang valid. Semakin jauh dia membaca, semakin bertambah pula minatnya kepada Islam. Dia begitu tertarik dengan apa yang diterangkan al-Quran terkait kedudukan antara pria dan wanita.
 
Pada awalnya, Assilmi berpikir bahwa dalam ajaran Islam, suami bebas memukul istri dan mencampakkannya begitu saja. Dia menyakini cara pandang seperti ini berdasarkan stereotypes. Namun, persepsi itu ternyata tidak dia temui di dalam al-Quran, atau dengan kata lain, pandangan tersebut tidak selaras dengan ajaran Islam.
 
Setelah mengkaji Islam dengan teliti, Assilmi memahami bahwa dalam ajaran Islam, wanita sama dengan pria dari sisi profesi yang mereka lakukan tanpa memandang gender. Pria dan wanita sama-sama mempunyai hak untuk mendapat pelajaran. Seorang muslimah mempunyai hak untuk memiliki harta sejak lebih dari 1,400 tahun lalu. Ketika wanita muslim menikah, mereka tidak perlu mengubah nama akhir mereka (nama keluarga) dan dapat terus menggunakan nama bapaknya.
 
Selama dua tahun,Assilmi mengkaji Islamdengan tujuanmenjadikan umat Islam sebagai Kristen. Sedikit demi sedikit apa yang dia pelajari telah mengubah cara hidupnya. Suami Assilmi juga mulai merasakan ada perubahan dalam diri istrinya. Assilmitidakberminat lagi untuk pergi ke bar atau pesta. Dia lebih senang tinggal dirumah dan mempelajari al-Quran.
 
Suami Assilmi menyangka perubahan tersebut karena istrinya mempunyai pria simpanan. Lantas pasangan ini pun berpisah. Assilmi bersama tiga orang anaknya memutuskan untuk pindah. Di tempat tinggal yang baru, Assilmi dikunjungi oleh seorang pemimpin Islam yang memberinya jawaban tentang agama ini. Orang tersebut bertanya kepada Assilmi, "Apakah Anda percaya akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa?", Assilmi menjawab, "Ya".  "Apakah Anda percaya kepada Nabi Muhammad Saw?" lanjutnya. Assilmi menjawab, "Ya". Kemudian orang itu mengatakan bahwa dia telah menjadi seorang muslim. Assilmi membantahnya dan mengatakan bahwa dirinya seorang Kristen dan baru saja ingin memahami Islam. Assilmi berkata, "Tidak mungkin saya seorang muslim! Saya seorang Amerika dan berkulit putih!"
 
Dengan tenang orang itu menjelaskan bahwa untuk mendapat ilmu pengetahuan dan memahami spiritualitas bak seperti menaiki tangga.Tangga paling awal adalah Syahadat, pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Mohammad Saw adalah utusan Allah Swt. Pengakuan ini dilakukan didepan saksi, sama seperti dalam ajaran Kristen yang memberi pengakuan akan Nabi Isa as sebagai Penyelamat.
 
Pada tahun1977, Assilmi mengucapkan dua kalimat syahadat dan hal itu merupakan satu langkah maju untuk lebih memahami Islam. Namun demikian, dia masih merasa kesulitan terkait hijab. Dia berkata, "Saya menyetujui kesopanan, tetapi saya rasa sia-sia terkait rambut saya. Al-Quran memerintahkan kita untuk menutup diri kita. Saya seorang muslimah dan saya memahami dengan baik hak yang diberikan Tuhan kepada saya. Hijab bukan satu paksaan atau halangan, tetapi merupakan hak dan keistimewaan."
 
Assilmi menambahkan, saya telah meninggalkan posisi saya sebagai seorang perempuan liberasionis karena saya tidak menemukan apa yang saya cari. Kini saya menjadi seorang muslimah demi mencari kebebasan dan kemerdekaan karena Islam memberikan kemerdekaan bagi wanita.
 
Assilmi yang memilih namanya ketika peristiwa penyanderaan terhadap 52 warga Amerika Serikat di Kedutaan Besar Washington di Tehran, Iran pada tahun 1980, menandaskan, seorang muslimah dapat terjun ke berbagai bidang dan profesi. Tetapi bidang yang paling utama adalah menjadi seorang ibu. Karena peran ibu sangat penting untuk membentuk pemikiran generasi berikutnya.
 
Wanita muslimah sering menjadi korban diskriminasi karena mengenakan hijab. Assilmi pun tak luput dari diskriminasi itu. Kini dia harus kehilangan pekerjaannya karena mengenakan hijab. Padahal dia adalah seorang pemenang award penyiar di Denver Market. Terkait hal itu dia mengatakan, "Saya pernah di paksa keluar dari bank dan diseret ke jalan, kemudian dipukuli, padahal saya tidak pernah memukul siapa pun. Peristiwa itu dialaminya ketika dia mengambil uang dari salah satu bank di kotanya. Sementara itu, seorang petugas keamanan mengeluarkan senapan dan hampir menembak Assilmi karena dianggap melakukan gerakan yang mencurigakan."
 
Assilmi tidak hanya kehilangan pekerjaan saat memeluk agama Islam, dia juga kehilangan anak-anaknya di mahkamah karena agama yang dipeluknya dianggap sebagai perusak terhadap anak-anaknya. Namun kini Tuhan telah mengembalikan semua hak-haknya yang hilang, anak-anak dan ibu bapaknya memeluk Islam, dan bahkan mantan suaminya serta sanak keluarga yang lain.
 
Di bagian lain kehidupannya, selama setengah abad Assilmi menderita kanker tulang. Meski dalam kondisi fisik seperti itu, dia telah menunaikan ibadah haji sebanyak dua kali. Kini Assilmi harus menggunakan kursi roda untuk melakukan aktivitasnya. Dia mengatakan, "Terkait hidup saya, semuanya kembali kepada Allah Swt. Saya tidak takut pada siapa pun, yang penting bagi saya adalah saya harus menyuarakan kebenaran dimana saja. Saya harus bertanggungjawab di hadapan Tuhan mengenai apa yang saya lakukan dan katakan. Saya amat suka berkongsi tentang Islam."
 
Aminah Assilmi yang dulu kehilangan pekerjaan, kini menjadi Presiden Persatuan Wanita Muslim Internasional. Dia pernah berhasil melobi Kantor Pos Amerika Serikat untuk membuat perangko Idul Fitri dan berjuang agar hari raya itu menjadi hari libur nasional AS. Pengorbanan yang yang dulu diberikan Aminah demi mempertahankan Islam seakan sudah terbalas.
 
"Kita semua pasti mati. Saya yakin bahwa kepedihan yang saya alami mengandung berkah," tuturnya.(IRIB Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar