Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan, isu
perpecahan di antara pimpinan KPK, ditambah keretakan hubungan dia
dengan penyidik, merupakan upaya untuk melengserkan dia dari lembaga
itu.
Abraham menyatakan hal ini ketika menggelar
konferensi pers bersama empat pemimpin KPK lainnya; Bambang Widjojanto,
Busyro Muqoddas, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain. "Dalam jangka
panjang justru ingin menyingkirkan saya dari KPK," kata Abraham di
kantor KPK, Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, ada
informasi puluhan penyidik mendatangi ruang Abraham pada Senin lalu.
Mereka memprotes pengembalian beberapa penyidik KPK. Empat penyidik
dipulangkan ke Markas Besar Kepolisian. Mereka adalah Afief Y. Miftach,
Rosmaida, Hendy Kurniawan, dan Moch Irwan Susanto. Satu lagi, penyidik
dari Kejaksaan Agung, Dwi Aries. Sebelumnya, Februari lalu, Direktur
Penyidikan KPK Yurod Saleh juga dikembalikan ke kepolisian.
Informasi lain menyebutkan, dua di antara penyidik memang dinilai
melanggar kode etik. Tapi tiga penyidik yang dipulangkan justru
merupakan "tulang punggung" penyidikan sebuah perkara kakap. Inilah yang
membuat rekan-rekan mereka bertanya-tanya.
Menurut
Abraham, ada mekanisme soal penarikan kembali para penyidik ke
kepolisian dan kejaksaan, dan setiap institusi memiliki kewenangan. "Apa
kehebatan Abraham Samad bisa menelepon Kapolri, bisa menelepon
Kejaksaan Agung, bisa mengintervensi? Itu sangat tidak mungkin," kata
dia.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Amanat
Nasional, Taslim Chaniago, ikut prihatin dengan kemelut di KPK. Dia ragu
soal kabar bahwa pemimpin KPK justru menghalangi pengungkapan kasus.
DPR, kata dia, siap menampung pengaduan penyidik. Taslim menduga, upaya
menghalangi pengungkapan kasus justru ada di level penyidik.
"Para penyidik ini sudah terlalu lama. Mereka sudah tahu cara memainkan
kasus di KPK sehingga mereka tidak mau digeser," ujarnya.
Penyidik KPK Afief Y. Miftach, ketika dihubungi, tidak bersedia
diwawancarai. "Saya sedang melakukan ekspose perkara," kata Afief. Ia
tak menjawab telepon dan pesan pendek ketika Tempo menghubunginya lagi.
KPK Bukan Superman
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan bahwa lembaganya bukanlah seperti
tokoh kartun Superman, yang bisa bekerja seorang diri. "Kami diberikan
tugas dan wewenang yang begitu besar, serta berharap ada sinergi dan
dukungan dari teman-teman media," ujarnya dalam diskusi dengan media
massa di gedung KPK.
KPK berencana menggelar diskusi
setiap bulannya dengan media untuk menyampaikan kinerja dan upayanya
dalam memberantas korupsi. "Ini pertemuan pertama sejak pelantikan pada
17 Desember 2011," ujar Abraham.
Abraham menambahkan,
ini waktu yang tepat untuk membuktikan bahwa para pimpinan KPK tetap
kompak. "Lihat, kami ini duduk berjajar dan tersenyum-senyum, masak
dibilang ada perpecahan?" ujarnya sembari tertawa.
Hadir dalam diskusi ini pimpinan KPK lainnya yaitu Adnan Pandu Praja, Busyro Muqoddas, Zulkarnaen, dan Bambang Widjojanto.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengaku tidak suka
dengan banyaknya tekanan politik yang menyudutkan dari berbagai elite
politik. Karena itu, Busyro pun memilih mengabaikan tekanan para
politikus itu.
"Misalnya ada political pressing yang
sering muncul, kadang-kadang di running teks (muncul) kasus Century
sudah laik dinaikkan menurut Abraham dan Zulkarnaen," katanya. Namun,
menurut Busyro itu menyesatkan dan tidak edukatif.
Menurut Busyro, gerakan-gerakan tersebut untuk mengisyaratkan kesan
seolah-olah pimpinan KPK terpecah. Cara ini tak hanya menyesatkan dan
tak mendidik, tapi juga tak perlu ditanggapi. "Kalau saya tanggapi, sama
saja saya enggak educated," katanya.
Soal dukungan
beberapa anggota Komisi Hukum terhadap salah seorang pimpinan KPK
tertentu, Busyro pun emoh menanggapi. "Kami merasa tidak perlu
menanggapi dukungan dari siapa pun juga kepada dia karena tidak
relevan," katanya.
Menurut Busyro, seseorang yang
bekerja di KPK harus insaf bahwa dia mengemban amanat yang mulia dan
harus menjaga marwah. "Marwah orang KPK, pertama jujur, yang kedua
independen, dan ketiga transparan, dan terakhir akuntabel. Kalau keempat
ini ada, kami tidak menghiraukan didukung atau tidak didukung,"
katanya.
Para penegak hukum, termasuk di antaranya
penyidik dan pimpinan KPK, harus mengabaikan faktor-faktor politik.
"Saya pun mengabaikan faktor politik," kata dia.
Aneka 'Tusukan Mematikan' untuk KPK
Serangan adalah "makanan" sehari-hari KPK. Sejak berdiri, lembaga
antirasuah ini diserang dari berbagai pihak. Inilah berbagai tusukan
mematikan bagi KPK.
Pada September 2011, KPK
menjadwalkan pemeriksaan pemimpin Badan Anggaran terkait dengan kasus
suap Rp 1,5 miliar di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Mereka
adalah Melchias Marcus Mekeng (Ketua Badan Anggaran) dan tiga wakilnya,
Mirwan Amir, Olly Dondokambey, serta Tamsil Linrung.
Balasan: DPR memanggil KPK untuk membahas kewenangan mengawasi anggaran.
"Lebih baik KPK dibubarkan karena saya tidak percaya adanya institusi
superbody dalam demokrasi," kata Fahri Hamzah saat rapat dengan pimpinan
KPK.
Pada Oktober 2011, Komisi Hukum DPR sepakat
merevisi Undang-Undang KPK. Kewenangan yang direvisi antara lain
menyadap, menyita, dan menggeledah harus seizin pengadilan.
Pada Juni 2009, Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi DPR bersama pemerintah sepakat bahwa pembentukan
pengadilan khusus antikorupsi masuk lingkup peradilan umum.
Pada Desember 2009, RUU Penyadapan yang digulirkan Departemen
Komunikasi dan Informatika membatasi KPK. Lembaga itu tak boleh menyadap
saat menyelidiki kasus korupsi. Penyadapan harus dilakukan setelah
bukti permulaan cukup. KPK harus melalui proses birokrasi yang panjang,
termasuk meminta izin pengadilan untuk menyadap.
Pada
April 2010, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan
praperadilan atas penghentian kasus Bibit-Chandra yang diajukan Anggodo
Widjojo. Selanjutnya, pengadilan memerintahkan kasus itu segera dibawa
ke pengadilan. Putusan ini berakibat kedua pimpinan KPK tersebut sibuk
di persidangan daripada memburu koruptor. Ini dikenali sebagai kasus
"cicak versus buaya". (IRIB Indonesia/Tempo/RM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar